Terinspirasi (Jiahh.. :D) dari susahnya mencari referensi untuk tema Tugas Akhir saya dulu, saya coba posting kali ini dengan tema Tugas Akhir saya tersebut. Siapa tahu ada yang mengalami masalah yang sama dengan yang saya alami dulu. Kecuali BST (Brine Shrimp Lethality Test), referensi untuk ketiga keyword yang saya sebutkan di atas tergolong sedikit. Pencarian data-data tersebut saya lakukan sepanjang tahun 2010, kurang tahu untuk yang ter-update saat ini, hehe.
*****
DAYA HAMBAT FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU MANGGA (Dendrophthoe petandra (L.) Miq.) TERHADAP PERTUMBUHAN Escherichia coli SERTA Brine Shrimp Lethality Test
ini adalah judul TA yang saya pilih.. yang sudah membuat saya banyak memakan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya, haha..
Alur perjalanan penelitian TA saya:
Pembuatan simplisia ---> Ekstraksi ---> Uji toksisitas * (ekstrak) ----> Uji Antibakteri * (ekstrak) ---> fraksinasi ---> uji toksisitas * (fraksi) ----> Uji antibakteri (fraksi)
Note:
* : Bila uji ini negatif maka tidak dilanjutkan pada uji selanjutnya
Benalu Mangga (Dendrophthoe petandra (L.) Miq.)
Benalu merupakan salah satu kelompok tumbuhan parasit yang termasuk dalam suku Loranthaceae. Tumbuhan parasit ini umumnya menyerang pepohonan ataupun tumbuhan perdu terutama pada bagian ranting dan cabang-cabangnya. Pohon ataupun perdu yang diserang benalu akan terganggu apabila serangan tersebut dalam jumlah besar.
Beberapa spesies dari famili Loranthaceae telah dilaporkan memiliki efek respon immunobiologi (Fernandez et al., 2003), antikanker (Ohashi et al., 2003), dan antikonvulsan (Amabeoku et al., 1998). Ekstrak etanol dan petroleum eter Loranthus micranthus yang memiliki kesamaan famili dengan benalu mangga (Loranthaceae) telah terbukti memiliki aktivitas antimikroba. Ekstrak etanol Loranthus micranthus memiliki aktivitas antibakteri sedangkan ekstrak petroleum eter memiliki aktivitas antijamur yang baik.
Benalu mangga secara umum mengandung flavonoid kuersetin, meso-inositol, rutin, dan tanin (Ikawati et al., 2008). Daun Dendrophthoe petandra memiliki golongan senyawa utama berupa glukosida flavonol, yaitu kuersetin-3-rhamnosida dan kaemferol-3-rhamnosida (Mandey et al., 2004). Dari hasil penelitian, diketahui bahwa isolat benalu mangga mengandung golongan steroid (β-sitosterol) dan flavonoid (kuersetin) (Katrin et al., 2005).
Fatma (2008) mengemukakan bahwa kuersetin memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang ditunjukkan dengan zona hambat yang terjadi setelah inkubasi selama 24 jam. Kuersetin memiliki aktivitas antibakteri karena adanya gugus fenol (Katzung, 2004).
Adanya berbagai penelitian yang telah dilakukan tentang aktivitas benalu mangga dan adanya senyawa marker keluarga Loranthaceae berupa kuersetin mendasari dilakukannya penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui daya hambat fraksi semipolar ekstrak etanol daun benalu mangga terhadap pertumbuhan E.coli dan toksisitasnya terhadap Artemia salina Leach.
Benalu Mangga (dendrophthoe petandra (L.) Miq.) |
Fakta dibalik TA 1:
Saya dulu sempat bingung, apakah spesies benalu mangga ini hanya hidup pada satu inang atau juga dapat tumbuh di inang lain (tidak hanya di pohon mangga). Dari olah pustaka tim benalu kami, benalu tersebut dapat hidup di berbagai inang. Namun kami disini konsisten untuk memilih benalu mangga yang hidup di pohon mangga saja *pilih jalur aman ketika ditanya di sidang TA :D
Fakta dibalik TA 2:
Karena belum ada penelitian benalu mangga dengan uji antibakteri E. Coli, mulailah saya banyak bertanya dari guru SMF saya, dosen UMS, teman non-UMS, bahkan sampai profesor di Jerman dengan nada sok kenal *Gak penting amat yakk.. tapi usaha harus dimaksimalkan untuk TA, yang penting halal :D
Fraksinasi (Metode Kromatografi Cair Vakum)
Metode penyarian yang digunakan adalah maserasi. Serbuk benalu mangga sebanyak 5 Kg dimaserasi dalam 6 L etanol 70% (teknis). Campuran diaduk sampai homogen, didiamkan selama 5 hari di tempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya. Hasil maserasi disaring menggunakan kain flanel, kemudian diambil filtratnya dan ampas diremaserasi. Filtrat dari hasil maserasi dan remaserasi dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu kurang dari 70oC. Kandungan air dihilangkan dengan memanaskan di atas waterbath, dijaga suhunya kurang dari 60oC hingga di dapat ekstrak kental.
Ekstrak kering sebanyak 25 g dilarutkan dengan aseton dan diimpregnasi dengan silika impreg G60 (30-70 mesh) sebanyak 2 kali berat sampel (50 g) sampai tercampur dengan baik. Sampel terimpregnasi dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam gelas sinter dengan diameter 13 cm yang telah diisi silika GF254 (250 g) dan terjenuhi dengan heksan. Kemudian dielusi dalam keadaan vakum dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran semakin naik yaitu heksana: etil asetat (2:8), heksana: etil asetat (1:9), etil asetat 100%, dan metanol. Fraksi ditampung masing-masing sebanyak 150 mL. Setelah proses fraksinasi selesai, hasil fraksi ditotolkan pada lempeng KLT silika GF254 dengan sampel ekstrak sebagai standar. Fraksi-fraksi yang mempunyai kemiripan profil KLT digabungkan dan diuapkan sampai kering.
Alat Kromatografi Cair Vakum |
Hasil Fraksinasi |
Fakta dibalik skripsi 3:
Metode ini belum pernah dilakukan ketika saya praktikum dulu, sehingga saya banyak bertanya kepada dosen pembimbing saya yang kata beliau sudah ratusan kali melakukannya, selain itu saya sampai belajar proses KCV dari Youtube (meskipun sedikit sekali yang membahas tentang KCV). hehe.
Metode ini belum pernah dilakukan ketika saya praktikum dulu, sehingga saya banyak bertanya kepada dosen pembimbing saya yang kata beliau sudah ratusan kali melakukannya, selain itu saya sampai belajar proses KCV dari Youtube (meskipun sedikit sekali yang membahas tentang KCV). hehe.
Fakta dibalik skripsi 4:
Bagian tersulit dari KCV ini adalah menentukan fase gerak yang sesuai, karena lagi-lagi tidak ada diliteratur maka saya mengkombine dengan saran dari dosen pembimbing dan teman se-tim benalu. Penggunaan fase gerak P.A (pro analisis) yang banyak membuat sekitar 80% dari total budget dihabiskan untuk proses ini.
Uji Toksisitas (Metode Brine Shrimp Lethality Test)
Penyiapan sampel. Fraksi semipolar ekstrak etanol daun benalu mangga sebanyak 100 mg dilarutkan ke dalam 20 mL metanol (teknis) sehingga diperoleh stok awal 0,5% b/v. Kemudian dibuat seri konsentrasi 100, 250, 500, 750, dan 1000 µg/mL. Seri konsentrasi yang telah dibuat, diuapkan dalam flakon pada suhu kamar sampai kering dan tidak berbau lagi. Sebagai kontrol digunakan pelarut metanol tanpa sampel, diperlakukan sama dengan perlakuan pada sampel..
Penetasan telur Artemia salina. Telur udang ditetaskan 2 hari sebelum dilakukan uji toksisitas dalam wadah kaca berisi air laut. Wadah kaca diberi pembatas plastik dengan beberapa lubang berdiameter 3 mm sehingga terbagi menjadi dua kompartemen yaitu kompartemen gelap dan kompartemen terang. Kompartemen terang dibuat dengan bantuan penerangan lampu dan dalam keadaan terbuka sedangkan kompartemen gelap dibuat dengan cara menutup kompartemen tersebut dengan kertas gelap termasuk bagian atas. Telur sebanyak 50 mg terlebih dahulu direndam dalam akuades selama 1 jam, kemudian telur yang mengapung dibuang dan yang mengendap dimasukkan ke dalam kompartemen gelap, 48 jam kemudian larva udang yang berada di kompartemen terang diambil dengan menggunakan pipet tetes (Purwantini et al., 2002; Maryati dan Wahyuningtyas, 2004).
Uji toksisitas. Flakon yang telah diisi sampel kemudian ditambah air laut 1 mL dan dimasukkan 10 ekor larva udang Artemia salina L. yang berumur 48 jam ke dalam flakon. Sebanyak 15 µL suspensi ragi (6 mg dalam 10 mL air laut) ditambahkan pada tiap flakon sebagai makanan larva kemudian ditambahkan air laut sampai 5 mL. Flakon-flakon tersebut diletakkan di bawah penerangan. Jumlah Artemia salina L. yang mati dalam tiap flakon dihitung setelah 24 jam. Uji toksisitas dilakukan 3x4 replikasi (Purwantini et al., 2002).
Penentuan hasil uji toksisitas. Efek toksik diperoleh dari pengamatan dengan menghitung %kematian larva Artemia salina Leach. Jumlah Artemia salina L. yang mati dalam tiap flakon selama 24 jam dihitung dan ditentukan prosentase kematiannya. Lalu dibandingkan kontrol dan dilakukan analisis hasil sehingga diperoleh harga LC50. Persen kematian diperoleh dari hasil perkalian rasio dengan 100% (1), apabila pada kontrol terjadi kematian, %kematian ditetapkan dengan rumus ABBOT’S (2) (Meyer et al., 1982 cit Wahyuni, 2003).
%kematian= Jumlah Larva mati terakumulasi x 100 % ..... (1)
Jumlah larva total terakumulasi
%kematian= Larva mati - Larva mati terkontrol x 100 % ..... (2)
Jumlah larva uji
Dari %kematian, dicari angka probit melalui tabel probit dan dibuat persamaan Y = bX + a. Y: angka probit dan X: log konsentrasi. LC50 dihitung dari persamaan garis lurus tersebut dengan memasukkan nilai probit 50 (50% kematian) sebagai Y sehingga dihasilkan X sebagai nilai log konsentrasi. LC50 diperoleh dari antilog nilai X tersebut.
Fakta dibalik skripsi 5:
Mungkin sepertinya tidak sinkron antara uji toksisitas dan uji antibakteri. tapi sebenarnya sinkron-sinkron saja. hehe. Jadi si BST ini digunakan sebagai skrining awal bahan awal apakah sampel memiliki aktivitas atau tidak. *Seandainya saja benalu mangga tidak memiliki aktivitas maka penelitian saya cuma sampai ekstraksi dan tidak dilakukan fraksinasi ataupun uji antibakteri, haha
Uji Antibakteri (Metode Kirby Bauer)
Penyiapan sampel. Larutan stok fraksi semipolar ekstrak etanol daun benalu mangga dibuat dengan melarutkan 1 gram fraksi semipolar ekstrak etanol daun benalu mangga ke dalam DMSO 1% sampai 5 mL. Konsentrasi yang didapatkan adalah 20% b/v (larutan stok). Kemudian dari larutan stok dibuat seri konsentrasi 1, 5, 10, 15, dan 20% b/v.
Pengujian antibakteri. Suspensi bakteri E. coli 106 CFU/mL sebanyak 50 µL dituang ke dalam media Mueler Hinton dalam cawan petri dan diratakan dengan spreader glass steril. Kemudian fraksi semipolar ekstrak etanol daun benalu mangga diambil dari seri konsentrasi yang telah dibuat masing-masing sebanyak 45 µL dan kontrol (kontrol negatif hanya mengandung pelarut tanpa sampel dan kontrol positif berupa kloramfenikol 30 µg), kemudian diteteskan pada paper disk 6 mm kosong dan diletakkan pada media. Preinkubasi pada suhu kamar selama 20-30 menit. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada 37ºC. Satu cawan petri disiapkan untuk lima seri konsentrasi sampel, satu kontrol negatif, dan satu kontrol positif.
Penentuan hasil antibakteri. Dari hasil uji aktivitas antibakteri, diukur zona radikal (daerah di sekitar disk yang sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri) dan zona irradikal ( daerah di sekitar disk yang terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur atau lebih jarang dibanding dengan daerah di luar pengaruh sampel antibakteri) menggunakan penggaris dengan satuan mm (milimeter).
Salah satu hasil uji aktivitas antibakteri |
Fakta dibalik skripsi 6:
Proses uji antibakteri ini cukup memakan waktu yang lama, selain karena harus menguji baik ekstrak dan fraksi semipolar, resiko kontaminan banyak terjadi :D
Fakta dibalik skripsi 7:
Masalah timbul ketika harus melakukan interpresi hasil uji ini terhadap bahan alam (tabel hasil zona daya hambat hanya untuk antibiotik), oleh karena itu, saya menggunakan kontrol positif kloramfenikol. Bila nilai daya hambat besar (kenyataannya tidak, hehe), maka urutan skripsi saya lebih panjang lagi.. yaitu harus menguji berbagai konsentrasi kloramfenikol kemudian membandingkannya dengan sampel fraksi melalui persamaan regresi linier dan SPSS.
Fakta dibalik skripsi 8:
Secara turun-temurun di kampus saya, metode untuk antibakteri yang familiar adalah metode dilusi cair. Alhasil, ketika seminar maupun sidang TA tertutup selalu ditanyakan kenapa tidak memakai dilusi cair saja. Alasan saya waktu itu karena uji antibakteri benalu mangga ini baru pertama kali dilakukan sehingga perlu digunakan konsentrasi cukup besar untuk pengujian seperti pada metode yang saya pilih selain alasan kemudahan. Cukup beralasan bukan? hehe
Secara turun-temurun di kampus saya, metode untuk antibakteri yang familiar adalah metode dilusi cair. Alhasil, ketika seminar maupun sidang TA tertutup selalu ditanyakan kenapa tidak memakai dilusi cair saja. Alasan saya waktu itu karena uji antibakteri benalu mangga ini baru pertama kali dilakukan sehingga perlu digunakan konsentrasi cukup besar untuk pengujian seperti pada metode yang saya pilih selain alasan kemudahan. Cukup beralasan bukan? hehe
Semoga bermanfaat :)
Baca Sebelumnya : Serunya....Magang di Industri Farmasi -Hari ke-29 sampai ke-42-
2 Response to Keyword: Benalu Mangga, Fraksinasi (KCV), Toksisitas (BST), dan Mikrobiologi (Kirby Bauer)
wah... akhirnya setelah 3 bulan berkutat dengan benalu dan gag ketemu2....
akhirnya ada yang setipe tema TA
daftar pustakanya boleh di post kan mas...
boleh minta alamat email?
silahkan..
alamat email saya : fairuzzabadi57@gmail.com
Posting Komentar
Thank's for your comment :)